Home » , , » PENYAKIT INFECTIOUS CORYZA PADA AYAM

PENYAKIT INFECTIOUS CORYZA PADA AYAM

Infectious coryza (snot) merupakan suatu penyakit pernapasan pada ayam, yang disebabkan oleh bakteri dan dapat berlangsung akut sampai kronis. Secara umum snot dikenal sebagai penyakit yang menyebabkan kematian rendah tetapi morbiditasnya tinggi. Penyakit ini bersifat sangat infeksius dan terutama menyerang saluran pernapasan bagian atas. Penyakit ini merusak saluran pemapasan bagian atas, terutama rongga hidung. Snot mempunyai arti ekonomis yang penting dalam industri perunggasan sehubungan dengan peningkatan jumlah ayam yang diafkir, penurunan berat badan, penurunan produksi telur (10% - 40%), dan peningkatan biaya pengobatan.

A. Kejadian Penyakit

Infectious coryza merupakan penyakit yang mempunyai dampak ekonomik yang merugikan pada industri perunggasan di berbagai negara di dunia, meliputi Amerika, Eropa, Australia, Afrika dan Asia. Di Indonesia, penyakit ini dapat ditemukan di berbagai daerah, hampir pada setiap periode pemeliharaan ayam (pedaging maupun petelur). Kasus snot terutama ditemukan pada saat pergantian musim (kemarau ke hujan atau sebaliknya) atau selama periode curah hujan yang tinggi. Penyakit ini sulit diberantas oleh karena faktor-faktor pendukungnya sulit dihilangkan, sehubungan dengan kondisi manajemen peternakan dan cuaca di Indonesia, misalnya sistem perkandangan (ventilasi kurang memadai, jarak kandang sempit, kepadatan kandang dan kadar amoniak yang tinggi), umur ayam yang bervariasi dalam satu lokasi dan fluktuasi temperatur dan kelembapan yang cenderung tinggi.

B. Etiologi

Penyakit ini disebabkan oleh Haemophilus paragallinarum, yang merupakan bakteri gram-negatif, berbentuk batang pendek atau coccobacilli, tercat polar, non-motil, tidak membentuk spora, fakultatif anaerobe dan membutuhkan faktor - V. 
Haemophilus paragallinarum merupakan organisme yang mudah mati atau mengalami inaktivasi secara cepat di luar tubuh hospes. Eksudat infeksius yang dicampur dengan air ledeng akan mengalami inaktivasi dalam waktu 4 jam pada temperatur yang berfluktuatif. Eksudat atau jaringan yang mengandung kuman ini akan tetap infeksius selama 24 jam pada temperatur 37o C, bahkan kadang-kadang dapat bertahan sampai 48 jam. Pada temperatur 4 oC eksudat infeksius dapat bertahan selama beberapa hari. pada temperatur 45- 55o C, kultur Haemophilus paragallinarum dapat di inaktivasi dalam waktu 2-10 menit. cairan embrio yang infeksius yang diberi larutan 0,25 % formalin akan mengalami inaktivasi dalam waktu 24jam pada temperatur 6 oC. 
Haemophilus paragallinarum terdiri atas sejumlah strain dengan antigenitas yang berbeda dan paling sedikit 3 serotipe, yaitu A, B dan C telah dikarakterisasi secara terperinci. Walaupun serotipe A dan C dikenal sebagai serotipe yang paling virulen, hasil penelitian terakhir menunjukkan bahwa serotipe B juga mempunyai peranan pada kejadian infectious coryza

C. Cara Penularan 

Di samping ayam, penyakit ini juga telah ditularkan pada burung merak, ayam mutiara, dan burung puyuh. penularan hanya terjadi secara horizontal: ayam yang menderita infbksi kronis atau carrier merupakan sumber utama penularan penyakit. Infectious Coryza terutama ditemukan pada saat pergantian musim atau berhubungan dengan adanya berbagai jenis stres, misalnya akibat cuaca, lingkungan kandang, nutrisi, perlakuan vaksinasi dan penyakit imunosupresif.
Penyakit ini dapat menular secara cepat dari ayam satu ke ayam lainnya dalam satu flok atau dari flok satu ke flok lainnya. Penularan secara langsung dapat terjadi melalui kontak antara ayam sakit atau carrier dengan ayam lain yang peka. Penularan dapat juga terjadi secara tidak langsung melalui kontak dengan pakan atau berbagai bahan lain, alat/perlengkapan peternakan ataupun pekerja yang tercemar bakteri penyebab Infectious Coryza (misalnya ,eleran tubuh/ayarn sakit). Penularan melalui udara dapat juga terjadi, jika kandang ayam letaknya berdekatan sehingga udara yang tercemar debu/ kotoran yang mengandung kuman Haemophilus paragallinarum dihirup oleh ayam yang peka. Penularan kuman ini melalui burung liar telah dilaporkan oleh beberapa ahli.

D. Gejala Klinik

Infectious Coryza dapat ditemukan pada ayam semua umur, sejak umur 3 minggu sampai masa produksi. Ayam dewasa cenderung bereaksi lebih parah dibandingkan dengan ayam muda. Penyakit ini tersifat oleh masa inkubasi yang pendek, antara 21 - 16 jam, kadang-kadang sampai 72 jam, dengan proses penyakit yang dapat berlangsung 6 -14 hari, tetapi dapat juga berlangsung beberapa bulan (2 - 3 bulan). Pada ayam dewasa, masa inkubasi biasanya lebih pendek, tetapi proses penyakitnya cenderung lebih lama. Pada kondisi lapangan, snot kerapkali ditemukan secara bersama-sama dengan penyakit lainnya, misalnya chronic repiratory disease (CRD), swollen head syndrome (SHS), infectious bronchitis (IB), infectious laryngotracheitis (ILT), kolibasilosis dan.fowl pox. Pada keadaan tersebut biasanya mortalitas akan lebih tinggi dan prosesnya juga akan lebih lama. 
penyakit snot pada ayam
Infectious Coryza (snot)
Gejala yang paling awal adalah ayam bersin, yang diikuti oleh adanya eksudat sereus sampai mukoid dari rongga hidung ataupun mata. Jika proses penyakit berlanjut, maka eksudal yang bening dan encer tersebut akan menjadi kental (mukopurulen sampai purulen) dan berbau busuk / tidak sedap dan bercampur dengan kotoran/sisa pakan. Kumpulan eksudat tersebut akan menyebabkan pembengkakan di daerah fasial dan sekitar mata. 
Jika daerah yang membengkak ditekan dengan jari, maka akan terasa empuk. pada sejumlah kasus, dapat dijumpai adanya pembengkakan pada pial, terutama pada ayam bibit jantan (parent stock). Kelopak mata biasanya terlihat kemerahan, yang kerapkali menyebabkan mata menjadi tertutup. Jika saluran pemapasan bagian bawah terkena, maka akan terdengar suara ngorok yang "halus", yang biasanya hanya terdengar pada malam hari. Ayam yang terserang snot akan mengalami gangguan nafsu makan dan minum yang dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan, peningkatan jumlah ayam yang diafkir ataupun penurunan produksi telur. Ayam yang terserang penyakit ini kerapkali akan mengalami diare. Jika proses penyakit berlangsung kronis, maka dapat terjadi komplikasi dengan bakteri lain ataupun virus.
Infectious coryza biasanya rnenyebabkan morbiditas tinggi, tetapi mortalitas rendah. walaupun demikian, beberapa strain Haemophilus paragallinarum yang sangat virulen telah dilaporkan menyebabkan mortalitas yang tinggi. Berbagai faktor tertentu, misalnya sistem perkandangan yang kurang memadai, infestasi parasit dan keadaan nutrisi yang kurang baik akan meningkatkan derajat keparahan dan lamanya proses penyakit. Ayam yang sembuh dari infeksi akan mempunyai suatu derajat kekebalan tertentu terhadap infeksi ulangan dengan Haemophilus paragallinarum. Pullet (ayam dara) yang telah terinfeksi dengan kuman tersebut selama periode grower biasanya akan mempunyai antibodi terhadap Haemophilus paragallinarum yang dapat melindungi terhadap penurunan produksi. Kekebalan terhadap infeksi ulangan dapat terjadi sejak 2 minggu setelah infeksi awal secara buatan melalui sinus. Kekebalan pasif terhadap Haemophilus paragallinarum belum diketahui secara pasti.

E. Perubahan Patologik

l. Perubahan makroskopik

Biasanya terbatas pada saluran pernapasan bagian atas. Penyakit ini akan menyebabkan peradangan kataralis akut pada membrana mukosa kavum nasi dan sinus. Kerapkali akan ditemukan adanya konjungtivitis kataralis dan edema subkutan pada daerah fasialis dan pial. Pada penyakit ini, jarang ditemukan adanya peradangan pada paru dan kantong udara.

2. Perubahan mikroskopik

Perubahan histopatologik pada kavum nasi, sinus infraorbitalis dan trakea meliputi deskuamasi, desintegrasi dan hiperplasia lapisan mukosa dan glandularis; edema, hipermia, infiltrasi heterofil, mast cell dan makrofag di daerah tunika propria. Jika infeksi meluas ke saluran pernapasan bagian bawah, maka akan ditemukan adanya bronkopneumonia akut, yang ditandai oleh adanya infiltrasi heterofil di antara dinding parabronki.

F. Diagnosis

Diagnosis sangkaan dapat didasarkan atas gejala klinik dan perubahan patologik yang ditimbulkan oleh snot. Diagnosis pasti dapat dilakukan dengan isolasi dan identifikasi kuman dari kasus snot pada stadium akut (l - 7 hari pasca-infeksi). Diagnosis snot dapat juga dilakukan secara in vivo dengan cara inokulasi pada ayam yang sensitif menggunakan eksudat dari sinus ayam sakit atau suspensi kultur kuman Haemophilus paragallinarum. Metode lain untuk mendiagnosis penyakit ini adalah secara serologik dengan uji agar gel presipitation (AGP), uji hemaglutinasi inhibisi (HI), uji hemaglutinasi (HA) tidak langsung dan uji fluorescent antibody (FA) langsung. Penyakit yang mirip dengan snot, adalah SHS, CRD, IB, ILT dan fowl pox. Sehubungan dengan kemungkinan adanya infeksi campuran antara snot dengan bakteri lain atau virus maka jika terjadi mortalitas yang tinggi dan proses penyakit yang lama, maka kemungkinan tersebut perlu dipertimbangkan

G.  Penanggulangan

I. Pengobatan

Berbagai jenis antibiotik dan antibakteri telah dipakai untuk mengobati snot, namun banyak di antara obat tersebut yang hanya mengurangi derajat keparahan dan lamanya proses penyakit tanpa mengatasi penyakit ini secara tuntas. Hal ini kerapkali mengakibatkan adanya sejumlah ayam yang menjadi carrier. Penyakit ini cenderung kambuh lagi, jika pengobatan dihentikan; jika pengobatan dilakukan secara berulang, maka kemungkinan akan timbul resistensi terhadap obat tertentu. Penggunaan obat dalam bentuk kombinasi yang bersifat sinergestik atau obat golongan flumekuin maupun kuinolon lebih menjanjikan. Di samping pemberian obat, maka diperlukan juga rehabilitasi pada jaringan yang rusak dengan pemberian multivitamin ataupun peningkatan nilai nutrien dari pakan; menghilangkan faktor pendukung terjadinya snot dan tindakan sanitasi/desinfeksi untuk menghilangkan sumber infeksi.

2. Pengendalian dan pencegahan

Sehubungan dengan kenyataan bahwa ayam carrier merupakan sumber infeksi, maka perlu dihindari untuk membawa pullet atau ayam lain yang mungkin terinfeksi/membawa kuman Haemophilus paragallinqrum ke dalam lokasi peternakan yang tidak terinfeksi. Jumlah kelompok umur dalam suatu lokasi peternakan sebaiknya dikurangi untuk menghindari penularan penyakit dari ayam tua ke ayam muda (memutuskan siklus penularan kuman penyebab snot). Praktek pengamanan biologis yang ketat perlu dipertahankan, misalnya sanitasi/desinfeksi yang ketat, sistem perkandangan yang memadai dan istirahat kandang yang cukup (sekitar 2 minggu). Penyakit ini dapat dicegah dengan pemberian vaksin inaktif sekitar umur 8 - 1l minggu dan 3 - 4 minggu sebelum produksi (sekitar umur 17 minggu). Pemberian vaksin inaktif sebelum perkiraan timbulnya kasus dan sebelum produksi telur, yang didukung oleh praktek manajemen yang ketat kerapkali memberikan hasil yang menjanjikan. Pada keadaan ini, walaupun kejadian snot tidak dapat diatasi secara tuntas, namun derajat keparahan kasus yang timbul biasanya lebih rendah. Kasus yang demikian pada umumny'a akan bereaksi baik terhadap pengobatan. Sehubungan dengan kenyataan bahwa vaksin snot hanya memberikan kekebalan silang yang minimal di antara/antara berbagai serotipe Haemophilus paragallinarum, maka vaksin yang terbaik seharusnya yang bersifat otogenus atau homolog dengan kuman penyebab snot yang terdapat di lapangan. Namun, pada kondisi lapangan, hal ini sulit dikerjakan dan membutuhkan biaya yang tinggi.

Demikian semoga bermanfaat.






0 komentar:

Post a Comment

Support : DMCA Protection | Penyakit Hewan
Copyright © 2013. PENYAKIT HEWAN - All Rights Reserved
Kontak Kami
Template Modify by PENYAKIT HEWAN
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger